Masih
ingat ritual jamasan mobil ESEMKA sebelum uji emisi beberapa bulan yang
lalu? Mobil itu dimandikan dengan bunga tujuh rupa, supaya terhindar
dari bencana dan lulus uji emisi. Meski hasil ujian menunjukkan
kegagalan.
Beberapa hari setelah tragedi Xenia maut yang menewaskan 9 orang, di
antara warga ada yang menaburkan bunga tujuh rupa di halte Tugu Tani,
lokasi terjadinya kecelakaan dahsyat.
Tampaknya, bunga tujuh rupa sangat populer di blantika perklenikan
dan ritual adat Bahkan seperti menjadi ‘piranti’ wajib yang diklaim
sebagai peninggalan para leluhur. Menjelang pernikahan, ruwatan untuk
menyingkirkan kesialan, mencari kesaktian, memandikan pusaka dan kembang
itu hampir selalu ada dalam setiap sesaji.
Kita tidak terlalu heran jika yang melakukan itu semua dikenal
sebagai orang kafir atau musyrik. Yang menyedihkan ketika tradisi itu
dilakukan oleh orang yang telah bersyahadat, menjalankan shalat dan
rukun Islam yang lain.
Mengikuti Syariat Siapa?
Seperti ketika membeli motor atau mobil, sebagian belum berani
memakainya sebelum dimandikan dengan bunga tujuh rupa. Mereka menganggap
cara ini lebih ampuh dari apa yang disyariatkan Allah melalui lisan
Rasul-Nya, yakni dengan memegang ubun-ubun kendaraan dan membacakan doa,
اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا
جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ مَا
جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ
“Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepadaMu dari kebaikannya dan
kebaikan yang engkau anugerahkan atasnya dan aku berlindung kepadaMu
dari keburukannya dan keburukan yang engkau ciptakan pada dirinya”. (HR.
Bukhari dan lainnya)
Seakan ritual ini juga lebih hebat pengaruhnya untuk mengusir roh
jahat, setan dan jin-jin jahat dibandingkan bacaan ta’awudz ataupun
surat-surat Mu’awwidzaat dalam al-Qur’an, yakni al-Ikhlas, al-Falaq dan
an-Naas. Atau doa perlindungan yang diajarkan Nabi shallallahu alaihi
wasallam dengan banyak versinya. Terhadap orang yang mengikuti tradisi
semacam ini, layak diajukan pertanyaan atas mereka,
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللهُ
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang
mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (QS
asy-Syuura 21)
Jika memang mereka menyembah Allah, tentu mereka akan mengikuti
syariat Allah, tapi jika syariat yang dipakai bukan sesuatu yang datang
dari Allah dan Rasul-Nya, berarti dia memiliki sesembahan lain yang juga
memiliki syariat.
Ibnu Katsier menafsirkan tentang ayat ini, “Yakni mereka tidak
mengikuti syariat Allah berupa agama yang lurus, bahkan mereka mengikuti
apa yang disyariatkan setan-setan kepada mereka, baik setan jin maupun
manusia,”
Kita seringkali mendengar para dukun yang mengaku mendapat wangsit,
lalu wangsit itu dijadikan sumber rujukan untuk menjalani ritual, hingga
kemudian ritual itu menjadi populer di tengah masyarakat, lalu
dilakukan secara turun temurun. Tidak menutup kemungkinan, dari sinilah
tradisi itu bermula. Jika demikian, tafsir Ibnu Katsier di atas sangat
mencocoki kasus ini. Karena tak lain, bahwa sumber dari wangsit tersebut
adalah setan jin yang membisikkan ‘wangsit’ kepada partnernya dari
golongan manusia, sebagaimana firman Allah,
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh,
yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin,
sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain
perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).” (QS al-An’am 112)
Hanya Karena Tradisi atau Prasangka
Sejauh ini, belum ada keterangan, siapa pemilik hak paten sebagai
penemu ritual yang melibatkan bunga tujuh rupa. Jika ditanya sumbernya,
alasan paling populer adalah mengikuti tradisi neneka moyang. Tapi nenek
moyang yang mana? Jelas nenek moyang yang dimaksud bukanlah Nabi
Ibrahim yang bertauhid, bukan pula Nabi Nuh alaihissalam. Tapi nenek
moyang penyembah berhala, atau yang mengagungkan makhluk halus dan
pemuja arwah.
Lantas apa untungnya mengikuti mereka, apa pula bahaya yang
ditakutkan tanpa mengikuti mereka. Mereka tidak punya hak atau kuasa
untuk menimpakan bala’ bagi yang melanggar tradisinya, tidak pula
memiliki surga untuk memberi ‘reward’ atau balasan bagi orang-orang yang
setia melestarikan tradisinya. Bahkan bisa jadi di antara mereka ada
yang nasibnya seperti Amru bin Luhay, moyangnya orang Arab yang pertama
kali membawa berhala di Arab. Nabi mengisahkan tentangnya,
وَرَأَيْتُ أَبَا ثُمَامَةَ عَمْرَو بْنَ مَالِكٍ يَجُرُّ قُصْبَهُ فِى النَّارِ
“Aku melihat Abu Tsumamah Amru bin Luhay bin Qama’ah menyeret ususnya di neraka.” (HR Muslim)
Alasan lain dari sebagian orang yang merestui tradisi itu bahwa itu
hanyalah sebagai simbol. Masing-masing bunga memiliki filosofi. Seperti
bunga tujuh rupa yang terdiri dari bunga Mawar, konon menjadi simbol
kelahiran diri manusia ke dunia. Ada bunga Kantil yang menggambarkan
jiwa spiritual yang kuat untuk meraih sukses lahir maupun batin,
sebagian menafsirkan dengan kesetiaan. Ada Melati, sebagai simbol bahwa
segala tindakan harus melibatkan hati. Bunga Kenanga sebagai simbol
kesetian sebagai generasi penerus kebaikan para leluhur. Begitupun
dengan bunga lain; Cempaka, Sedap Malam dan Melati Gambir masing-masing
dimaknai sebagai simbol-simbol pengharapan.
Pemaknaan tersebut sangat subyektif dan berbeda satu sama lain.
Karena tak ada pathokan selain ‘zhan’ (persangkaan), atau otak atik
makna belaka. Apalagi hasil otak atik itu kemudian dijadikan sebagai
keyakinan dan amalan yang disertai keyakinan bisa mendatangkan manfaat
maupun mencegah madharat. Ini yang menjadi sebab sesatnya kebanyakan
manusia. Allah berfirman,
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini,
niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain
hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah
berdusta (terhadap Allah).” (QS al-An’am 116)
Tak ada kaitan logis maupun syar’I, yang menghubungkan antara kembang
tujuh rupa dengan keselamatan ataupun bencana. Tak lain yang mereka
lakukan hanya berdasarkan persangkaan belaka, dan yang mereka akukan
hanyalah kedustaan semata. Wallahul Muwaffiq. (Abu Umar Abdillah)ar-risalah.net