Rabu, 06 Juni 2012
Wanita Karir
Penulis: Adnan bin
Dhaifullah Alu-Syawabikah
Penerbit : Penerbit Pustaka
Imam Syafii
Harga : Rp 40.000
Harga Disc : Rp 32,000
|
Dalam Islam, kaum wanita sangat dimuliakan dan dihormati. Kedatangan Islam sendiri antara lain mempunyai misi untuk mengangkat derajat kaum wanita yang ketika itu berada pada posisi yang marjinal, terpuruk, dan dihina-dinakan. Namun, seiring berjalannya waktu, ketika derajat kaum wanita sudah terangkat dan menjadi terhormat, persoalan baru muncul: kaum Hawa ini menuntut persamaan hak dengan kaum laki-laki di ruang publik, yang di antara wujudnya adalah dibolehkannya mereka untuk bekerja di luar rumah, menjadi wanita karir.
Apakah Islam benar-benar melarang mutlak kaum wanita bekerja di ruang publik? Atau justru membolehkannya dengan beberapa syarat dan ketentuan? Jika demikian, bidang-bidang profesi apa sajakah yang bisa, mungkin, dan dibolehkan untuk dimasuki oleh kaum wanita?
Buku ini merangkum pandangan-pandangan ulama yurisprudensi Islam (fuqaha\') dalam masalah tersebut.
"Dan hendaklah kamu tetap di
rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti
orang-orang Jahiliyyah yang dahulu..." (QS. Al-Ahzaab: 33)
Kriteria Busana Muslimah
Penulis: Muhammad
Nashirudin al-Albani
Penerbit : Penerbit Pustaka
Imam Syafii
Harga : Rp 40.000
Harga Disc : Rp 32,000
|
Fenomena maraknya penggunaan busana muslimah di kalangan kaum wanita
muslimah, khususnya di Indonesia, akhir-akhir ini patutlah disyukuri.
Terlepas apakah hal itu mengindikasikan kesadaran muslimah yang tinggi
dalam beragama ataukah hal itu hanya sekadar tren berbusana belaka.
Apapun alasannya, ini merupakan momentum yang harus diapresiasi dengan
baik karena sangat kondusif bagi terbentuknya lingkungan sosial dan
budaya yang islami pada masa mendatang.
Hanya saja, ada yang aneh dalam fenomena berbusana muslimah tersebut; yaitu terlihatnya ironisme dalam berbusana. Ini dapat terjadi karena para muslimah itu mengikuti tren; atau memang sebenarnya mereka tidak memahami hukum. Maka, jadilah seperti yang kita saksikan; banyak muslimah yang berpakaian tetapi hakikatnya telanjang, berpakaian tetapi tetap mengundang syahwat, berpakaian tetapi auratnya masih terbuka, dan ironisme-ironisme lain yang sebenarnya berkonotasi merendahkan martabat kaum wanita itu sendiri di hadapan publik.
Buku yang ada di tangan Anda ini menjelaskan secara sistematis dan detail tentang batasan-batasan, kriteria, dan standar berbusana muslimah mencakup bentuk, ukuran, corak, warna, dan model yang sesuai dengan tuntutan dan tuntunan syari’at Islam yang agung demi menjaga martabat kaum wanita dan nilai-nilai kesopanan.
"... Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka..." (QS. An-Nuur: 31)
Kecemburuan wanita
Penulis: Khaulah
Darwis
Penerbit : Penerbit Pustaka
Imam Syafii
Harga : Rp 30.000
Harga Disc : Rp 25.000
|
Kecemburuan merupakan hal alamiah yang melekat pada diri manusia. Namun,
ketika kecemburuan ini terekspresikan dalam wujud yang tidak wajar dan
berlebihan, sehingga berakibat merugikan diri sendiri dan orang lain,
maka itu tidak lagi alami, tetapi anomali (abnormal). Kecemburuan ini
lebih banyak terjadi pada kaum wanita. Tetapi, ini juga tidak lepas dari
situasi yang terjadi di sekitarnya yang menyulut munculnya kecemburuan.
Dengan kata lain, konstruk sosial juga berandil dalam memunculkan
kecemburuan wanita ini.
Kecemburuan yang melewati batas kewajaran sangat berbahaya. Kehancuran secara fisik dan nonfisik serta disharmoni sosial adalah akibat paling terang dari kecemburuan yang seperti itu. Karena kecemburuan, ada seorang istri yang tega membunuh suaminya sendiri, tanpa melakukan verifikasi atas validitas informasi yang diterimanya. Karena kecemburuan pula, ada seorang wanita yang membenci keluarga dan sanak saudaranya sendiri, bahkan anaknya sendiri.
Islam hadir untuk menciptakan kehidupan yang harmonis, baik di lingkup keluarga maupun masyarakat. Kecemburuan yang berdampak buruk seperti itu jelas bukan hal yang diharapkan oleh Islam. Buku ini mengulas soal kecemburuan kaum wanita sekaligus memberikan petunjuk bagaimana langkah-langkah yang tepat untuk mencegah munculnya kecemburuan yang destruktif ini. Islam memandang sisi internal dan eksternal perlu diperbaiki sekaligus. Dari sisi wanita yang pencemburu maupun dari sisi situasi di luarnya yang sedikit banyak juga ikut berandil.
Kecemburuan yang melewati batas kewajaran sangat berbahaya. Kehancuran secara fisik dan nonfisik serta disharmoni sosial adalah akibat paling terang dari kecemburuan yang seperti itu. Karena kecemburuan, ada seorang istri yang tega membunuh suaminya sendiri, tanpa melakukan verifikasi atas validitas informasi yang diterimanya. Karena kecemburuan pula, ada seorang wanita yang membenci keluarga dan sanak saudaranya sendiri, bahkan anaknya sendiri.
Islam hadir untuk menciptakan kehidupan yang harmonis, baik di lingkup keluarga maupun masyarakat. Kecemburuan yang berdampak buruk seperti itu jelas bukan hal yang diharapkan oleh Islam. Buku ini mengulas soal kecemburuan kaum wanita sekaligus memberikan petunjuk bagaimana langkah-langkah yang tepat untuk mencegah munculnya kecemburuan yang destruktif ini. Islam memandang sisi internal dan eksternal perlu diperbaiki sekaligus. Dari sisi wanita yang pencemburu maupun dari sisi situasi di luarnya yang sedikit banyak juga ikut berandil.
"Cintailah orang yang kamu
cintai dengan sewajarnya! Karena barangkali suatu saat kamu membencinya.
Dan bencilah orang yang kamu benci dengan sewajarnya! Sebab, mungkin
saja suatu hari kamu mencintainya." (HR. Al-Baihaqi, at-Tirmidzi, dll)
Beginilah Islam Melindungi Wanita
Penulis: Dr. Muhammad
Ya'qub ad-Dahlawy
Penerbit : Penerbit Pustaka
Imam Syafii
Harga : Rp 30.000
Harga Disc : Rp 25.000
|
Salah besar bila ada yang berpendapat bahwa Islam menzhalimi kaum
wanita dengan tidak memberikan hak-hak mereka sebagaimana kaum pria.
Adanya beberapa perundang-undangan Islam yang memperlakukan wanita
sedikit berbeda dengan pria bukanlah indikasi langsung atau tidak
langsung akan ketidakadilan hukum Islam.
Bukankah kita tahu bahwa keadilan itu tidak bersinonim dengan
kesamarataan? Bukankah keadilan yang sesungguhnya adalah memberikan
hak-hak secara proporsional sesuai dengan kapasitasnya masing-masing?
Islam memandang wanita sebagaimana kodrat dan fitrahnya yang
diciptakan sedikit berbeda dengan pria baik secara fisik maupun mental.
Maka dari itu, agama ini membedakan wanita dari pria dalam hak dan
kewajiban-nya.
Karena, memberikan hak-hak kepada wanita atau menuntut kewajiban
darinya persis seperti pria justru merupakan ketidakadilan, bahkan
perbuatan ini akan mengakibatkan terjadinya ketimpangan dalam kehidupan
sosial.
Buku ini mencoba menjelaskan keadilan Islam terhadap kaum wanita
secara proporsional, yaitu dengan membeberkan hak-hak mereka yang
dilegitimasikan melalui nash-nash syar,’i dalam al-Qur-an dan as-Sunah.
Tak kurang dari 27 hak wanita, terutama dalam keluarga, yang dapat dituntutnya jika dia tidak mendapatkannya.
Melawan Kezaliman Terhadap Wanita
Penulis: Muhammad bin
'Abdullah al-Habdan
Penerbit : Penerbit Pustaka
Imam Syafii
Harga : Rp 25,000
Harga Disc 25% : Rp 18,750
|
Fenomena kezhaliman terhadap kaum wanita baik itu berupa penindasan,
kekerasan seksual, kekerasan rumah tangga, per-dagangan perempuan, dan
lain-lain yang muncul belakangan ini bukanlah cerita baru. Dahulu, di
berbagai peradaban dunia yang katanya maju, seperti Romawi, Arab
Jahiliyah, Yunani, dan Cina, fenomena ini sudah terjadi. Apa yang
terjadi sekarang hanyalah kelanjutan, atau setidaknya warisan masa lalu,
yang bentuknya sedikit berubah.
Pada zaman dahulu, kezhaliman itu berbentuk tindakan-tindakan kejam, kasar, diskriminatif, dan tidak manusiawi; namun zaman sekarang ini mereka disanjung dan dimanjakan dengan materi, tetapi sejatinya mereka tetap mengalami kezhaliman dengan dieksploitasinya ke-molekan tubuh mereka serta diperasnya keringat mereka oleh oknum-oknum tertentu demi mengeruk keuntungan materi sebanyak-banyak-nya. Yang mengherankan, mereka melakukan perbuatan seperti itu sambil meneriakkan slogan emansipasi dan pembebasan kaum wanita.
Buku ini mencoba mengungkap kezhaliman terhadap wanita di zaman modern ini dan mencoba meneriakkan penentangan ter-hadap hal itu serta mengusulkan solusinya berdasarkan ajaran Islam yang agung.
“...dan syaitan telah menjadikan
mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi
mereka dari jalan (Allah)...”
(QS. An-Naml: 24)
(QS. An-Naml: 24)
Hak & Kewajiban Wanita Muslimah
Penulis
: 'Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim al-Jarullah
Penerbit : Penerbit Pustaka
Imam Syafii
Harga : Rp 25,000
Harga Disc : Rp20.000
|
Alhamdulillah, risalah ini berjudul "Hak
& Kewajiban Wanita Muslimah", kami terjemahkan dari kitab
Mas-uliyyatuul Mar-ah al-Muslimah yang ditulis dengan cermat oleh
'Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim al-Jarullah. Risalah ini berupa
bimbingan bagi wanita Muslimah seputar masalah hijab, sufur dan
khulwah, tabarruj (bersolek), ikhtilath (berbaur antara laki-laki dan
perempuan yang bukan mahram), ghadhdhul bashar, serta masalah lainnya
yang sangat dibutuhkan oleh wanita Muslimah berdasarkan al-Qur-an dan
Sunnah Rasulullah serta kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama tepercaya.
Risalah ini juga kami hadirkan untuk segolongan Muslimah yang belum mentaati perintah Allah ,
yang disebabkan oleh ketidaktahuan mereka akan landasan syar'inya,
ketidakmampuan mereka melawan tipu daya dan pesona dunia, takluk di
hadapan nafsu keburukan atau tunduk oleh bisikan syaitan, juga
disebabkan oleh pengaruh teman yang tidak suka kepada kebaikan atau
selainnya.
Selanjutnya untuk melengkapi manfaat risalah ini, pembaca dapat
mengetahui beberapa fatwa tentang penggabungan laki-laki dan perempuan
dalam proses belajar-mengajar, aktivitas wanita diluar rumah, ruang
lingkup pekerjaan wanita, hukum membaca al-Qur-an bagi wanita yang
sedang haidh, hukum-hukum istihadhah, nifas dan hukum pengguguran
dengan menggunakan berbagai sarana untuk memperlambat atau mempercepat
haidh, menghalangi atau menggugurkan kehamilan. Semoga segala uraian
dalam risalah ini dapat menjadi pembuka hati yang masih terkunci,
menggetarkan jiwa dan perasaan yang masih tertidur, sehingga dapat
mengembalikan segenap kaum wanita Muslimah kepada fitrah yang telah
diperintahkan Allah .
“Kaum laki-laki itu adalah
pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (perempuan),
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka. Sebab itu maka perempuan yang saleh, ialah yang ta’at kepada
Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah
telah memelihara (mereka)”. (QS. An-Nisa` : 34)
Mereka tamu Allah atau para turis?
(Arrahmah.com) -
Pesawat berjenis Boeing 747-400 telah melaju menembus gelapnya awan.
Tidak terasa, sudah hampir lebih enam jam pesawat dengan konfigurasi double deck
dan berkapasitas 506 tempat duduk ini berjalan. Jam menunjukkan hampir
subuh. Para penumpang yang mayoritas adalah jamaah umroh ini masih
terlihat pulas. Beberapa di antaranya masih terlihat mendengkur,
bersaing dengan deru suara pesawat.
Tiba-tiba, seorang terdengar suara pramugari mengumumkan, tanda
shalat subuh telah tiba. Seorang penumpang, berbadan tinggi besar, di
dereten kursi no 27 D, berdiri dan menghadap ke belakang.
“Bapak-bapak, ibu-ibu, silahkan ambil tayammum dan kita shalat subuh berjamaah,” ujarnya.
Setelah lima menit, setelah 26 penumpang di belakangnya siap, ia baru
memulai menjadi imam dengan suara keras. Bahkan suara “Amin” saat ia
usat membaca surah Al-Fatihah begitu keras
Meski suara makmum terdengar bergemuruh memenuhi ruang pesawat.
Sebagian besar di antara mereka tetap menikmati tidur. Beberapa di
antaranya ada yang tergugah dan cepat-cepat mengikuti shalat begitu
mendengar suara keras “amin” dari makmum. Sebagaian, bahkan menarik
selimutnya dari terpaaan Air Conditioner (AC).
Pria tinggi besar itu adalah Ahmad Rosyidin. Seorang pembimbing umroh
dan haji dari Mihrob Qolbi, Jakarta, yang saat itu sedang membawa
jamaah umroh sebanyak 26 orang.
Lebih 30 menit berlalu, awak kabin yang tampil wangi dan rapi (yang
wanita menggunakan jilbab) datang membawa makanan. Menarik, karena
tiba-tiba, jamaah yang tadi terlihat tidur pulas, tiba-tiba bangun dan
memesan makanan.
Dua jam setelah awak kabin membersihkan sisa makanan dan menarik selimut, ia mengumumkan sebentar lagi, pesawat akan mendarat.
“Sebentar lagi kita akan mendarat di Bandara Cengkareng. Silahkan
memasang sabuk pengaman dan menegakkan sandaran kursi,” ujarnya.
Hingga pesawat landing dengan mulus tepat pukul 08.15 pagi
waktu Indonesia, banyak penumpang terlihat belum shalat subuh. Hingga
akhirnya semua penumpang bersiap turun. Sebagian menyalakan handphone dan Blakcberry (BB) masing-masing.
Seorang jemaah muda, berteriak dengan kencang. “Chelsea menang 4:3,” ujarnya pada kerabatnya di bangku belakang.
Rupanya, ia baru saja membuka berita dari sebuah situs online, pertandingan memperebut trofi Liga Champions antara Chelsea dengan Bayern Munich dalam drama adu penalti.
***
Bukan Semata Bisnis
Pemandangan seperti ini bukan sesuatu yang aneh bagi jamaah haji atau
umroh asal Indonesia.Tak sedikit jemaah asal Indonesia tidak paham adab
dan hukum-hukum memasuki tanah haram. Yang menyedihkan, banyak di
antara mereka tak bisa membedakan kehadirannya di Kota Suci Makkah al
Mukarramah dan Madinah al Munawwarah karena panggilan Allah Subhanahu
Wata’ala semata.
Pernah di sebuah media nasional, jamaah haji di seluruh dunia
dikejutkan dengang nada dering dari handphone seorang jamaah asal
Indonesia yang yang kala itu sedang thawaf. Bukan apa-apa, kala itu,
nada deringnya berbunyi keras dengan nada lagu “goyang dombret” di dekat
Ka’bah.
Kasus seperti ini diakui Sholeh (bukan nama sebenarnya). Mahasiswa
tahun kedua di Universitas Ummul Quro’ Saudi Arabiyah ini menuturkan,
dirinya kadang bersedih melihat tingkah-pola jamaah haji dan umroh asal
Indonesia. Pria yang mengaku telah dua tahun menjadi pembantu pembimbing
jamaah haji dan umroh ini mengeluh, karena seringnya ia mendapat
pertanyaan dari warga Saudi atau warga asing yang beribadah di tanah
suci tentang kejanggalan dan hal-hal yang dinilai aneh tentang warga
Indonesia.
Pernah dalam perjalanan umroh di tahun 2009, dia hampir dibuat malu
oleh salah satu jamaahnya, kebetulan istri seorang pejabat di Jakarta,
berangkat ke Masjid Haram Makkah dengan dandanan menor.
“Dari hotel, dia sudah mengenakan pakaian (maaf) menor dan memperlihatkan lekuk-tubuhnya,” ujarnya mengenang.
Hal-hal lain yang juga sering membuatnya malu dan membuat ia sering
diledek warga lokal (Saudi), adalah jamaah umroh yang dengan gaya penuh
menggoda saat menawar barang-barang di toko atau di di jalan sepulang
dari shalat di Masjid Nabawi atau Masjidil Haram.
“Padahal, bagi warga Saudi, adalah aib besar, seorang wanita menawar dengan gaya seperti itu.Apalagi tanpa mahram.”
Akibat ulah jamaah itu, ia sering dibuat malu. Sehingga orang-orang
Arab dan Timur Tengah punya kesan, wanita-wanita asal Indonesia itu
gampangan.
“Ya shodiq, mereka ini Tamu Allah atau plesir?”, begitu seorang teman Arab nya pernah bertanya tentang perilaku jamaah asal Indonesia.
Sholeh menilai, dari pengalamannya menjadi pembantu pembimbing, dua hal yang menyebabkan itu terjadi. Pertama, banyak jamaah kurang paham tentang; adab, akhlaq, sikap dan fikih (hukum) ketika mereka datang ke Kota Suci. Kedua,
kurangnya pembimbingan yang memadai dari perusahaan pemberangkatan
jamaah haji dan umroh (KBIH), tentang untuk apa dan bagaimana seharusnya
datang ke Tanah Suci.
Berdasarkan pengalaman itulah, Ahmad Rosyidin dari Mihrob Qolbi
mengakui, menejemen di KBIH nya sepakat dalam urusan mengantar jamaah
haji dan umroh yang “tidak biasa”. “Tidak biasa” yang dia maksud adalah
melayani jamaah haji dan umroh tidak semata-mata bisnis, tapi ada sisi
lain, yakni berhidmat membantu jamaah mendapatkan sesuatu dalam
perjalanan memenuhi panggilan Allah SWT tersebut.
“Salah satu aqad perjanjian yang kami rasakan paling berat saat
menjadi pembimbing adalah pasal di mena mengatakan bahwa sah dan
tidaknya ibadah jamaah itu ada di tangan pembimbing,” ujar Rasyidin.
Karena itulah, Rasyidin mengaku, sejak sebelum berangkat, sampai pada
perjalanan pertama hingga akhir, jamaahnya terus mendapat bimbingan dan
ada evaluasi yang ketat. Khususnya menyangkut adab, tata-krama di Kota
Suci hingga masalah-masalah menyangkut fikih ibadah. Bahkan yang
menarik, bimbingan dan pembinaan ruhani ini terus dilakukkan, sampai
jamaah pulang ke tanah air.
Ia megakui, selama beberapa kali mengantar jamaah, belum ada sikap
aneh-aneh dari jamaahnya saat menjadi Tamu Allah. Menurutnya, ini
terjadi karena bimbingan dan pengawasan dilakukan terus-menerus. Bukan
apa-apa, hal-hal kecil sangat diperhatikan. Termasuk tentang adab dan
akhlak saat masuk ke tanah suci, tentang cara berpakaian, perilaku
menghadapi pedagang saat belanja dll.
Ia pernah memperhatikan kasus lucu sekaligus menyedihkan. Di mana ia
mendapati seorang jamaah umroh dari KBIH tertentu yang berbisik pada
temanya, jika ia masih menggunakan celana dalam saat masih menggunakan
pakaian ihram. Ada juga yang lain, beberapa jamaah asal Indonesia
melakukan sa’i di Sofa dan Marwah menggunakan baju biasa.
Rosyidin khawatir, kasus-kasus seperti itu akan terus terjadi jika
semua yang berkaitan dengan masalah haji dan umroh sekedar urusan
bisnis. Padahal seharusnya tidak begitu.
“Kami menilai, haji dan umroh ini kan urusan dengan Allah, namanya
saja mereka di sebuh sebagai tamu Allah. Karena itu, seharusnya, urusan
haji dan umroh tidak semata-mata hanya urusan bisnis, tapi ada faktor
lain, yakni, ibadah. Yakni, bagaimana bisa beramal untuk mengantar orang
memenuhi panggilan Allah secara sempurna agar ketika pulang, ibadahnya
benar-benar mabrul dan makbul,” tambah Rasyidin yang mengaku pernah
menjadi “ajudan” dai kondang, KH Abdullah Gymnastiar atau akrab
dipanggil Aa Gym ini.
Sebut saja Abdul Rasyid (54), seorang pejabat di seuah institusi
pemerintahan di Jakarta mengakutelah puluhan kali haji (apalagi umroh).
Selama itu pula, ia sering berganti KBHI dan pembimbing haji.
Dari pengalamannya itu, mantan aktivis masjid kampus ini mengakui,
sedikit perusahaan jasa penyelenggara haji dan umroh yang secara ketat
mengawasi dan melayani jamaahnya dalam urusan ibadah. Umumnya, begitu
tiba di Tanah Suci, pihak pembimbing melepas begitu saja jamaahnya,
seolah-olah mereka itu sudah paham semua.
“Saya menemui seorang yang ketika hampir pulang, dia tidak bisa
membedakan mana Raudah dan makam Nabi,” ujarnya saat saya temui di
sebuah hotel di depan Masjidil Haram.
Ada pula yang menurutnya sudah umum terjadi, baik jamaah haji atau
umroh. Jika sudah pulang dan berada di Bandara Jeddah, semua perilaku
dan dandanan aslinya tatkala di Tanah Air, muncul kembali.Seolah mereka
lupa baru saja menghadap Allah.
“Kalau sudah di Bandara, bisa kita lihat tuh gaya aslinya. Tadinya
rapi menutup aurat, langsung tampil seronok kembali. Bahkan tadinya
khusu’ di masjid, belum satu hari, di pesawat saja sudah tidak sholat.”
Karenanya, Abdul Rasyid menyarankan para calon jamaah memilihi KBIH
dan pembimbing yang benar.
Bukan apa-apa, alangkah sia-sia nya
mengeluarkan uang, tetapi sesungguhnya ibadah kita belum tentu di
terima.
“Kasihan kan, sudah keluar uang banyak, taunya ibadahnya banyak yang
batal alias tidak diterima. Udah gitu, kita ke sono (Tanah Suci) kan
menghadiri undangan Allah. Rugi jika kehadiran kita justru hanya sekedar
plesir, gak dapat apa-apa,” ujarnya.*
Ahmad Sunan[Alhamdulillah beberapa kali ditakdirkan bisa menjadi tamu Allah di Tanah Suci]
Langganan:
Postingan (Atom)