Tahukah
anda bahawa di antara ulama yang paling ditakuti oleh syaitan adalah
Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah? Saking penasarannya syaitan pernah
mengajak Imam bin Hanbal untuk kufur kepada Allah SWT menjelang ajalnya.
Lantas apa yang dilakukan oleh Imam bin Hanbal terhadap syaitan
laknatullah alaihi tersebut? Kisah ini hanyalah merupakan sekelumit
kisah dari puluhan kisah yang akan anda temukan dalam buku ini tentang
misteri kematian para ulama terdahulu. Tidak ada yang diharapkan oleh
mereka selain akhir kematian yang baik (husnul khatimah). Sebuah tujuan
hidup yang banyak dilupakan oleh kaum muslimin. Kerana tanpa husnul
khatimah dunia dan seisinya tidak akan bererti selama-lamanya tahukan
anda mengapa demikian? Tahukah anda bagaimana orang yang telah
mendapatkan husnul khatimah tersebut? Buku ini akan menjadi jawabannya.
KEHADIRAN SETAN MENJELANG AJAL
Setan
yang terkutuk mendatangi anak Adam pada detik-detik terakhir
kehidupannya untuk menfitnahnya dalam agamanya apabila dia termasuk kaum
muslimin yang
muwahhid (orang yang bertauhid kepada Allah). Oleh karena itu di antara doa yang dibaca Nabi
Shalallaahu’alaihi wa sallam adalah:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ
الْهَدْمِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ التَّرَدِّي، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ
الْغَرَقِ، وَالْحَرَقِ، وَالْهَرَمِ، وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ
يَتَخَبَّطَنِىي، الشَّيْطَانُ عِنْدَ الْمَوْتِ، وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ
أَمُوتَ فِي سَبِيلِكَ مُدْبِرًا، وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ أَمُوتَ لَدِيغًا
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari mati tertimpa
reruntuhan, mati terjatuh dari tempat yang tinggi, dari kepikunan, mati
tenggelam, mati terbakar. Dan aku berlindung kepada-Mu dari gangguan
setan menjelang ajal, atau mati terbunuh dalam keadaan melarikan diri
dari medan pertempuran atau mati karena disengat binatang berbisa.”[1]
(Aku berlindung kepada-Mu dari mati tertimpa reruntuhan) Al-hadmu artinya bangunan runtuh dan menimpa sesuatu. Merupakan bentuk
mashdar dari kata
hadama al-binaa`u artinya runtuh bangunan itu. Sedangkan maksudnya adalah berlindung dari tertimpa reruntuhan.
(
Mati terjatuh dari tempat yang tinggi)
At-taraddi
artinya jatuh dari sesuatu yang tinggi ke yang rendah, dan jatuh dari
tempat yang tinggi seperti gunung, atap atau jatuh ke tempat yang rendah
seperti sumur.
(
Mati tenggelam dan terbakar) yaitu tenggelam dalam air dan terbakar oleh api. Sesungguhnya Nabi
Shalallaahu’alaihi wa sallam meminta perlindungan dari kebinasaan dengan sebab-sebab tersebut, walaupun dengan hal tersebut dapat diperoleh pahala
syahadah
(mati syahid). Sebab keseluruhan sebab di atas merupakan ujian yang
berat dan merisaukan, hampir-hampir manusia tidak bisa bersabar dan
tegar menghadapinya.
(
Dan kepikunan) Maksudnya buruknya masa tua yang digambarkan
dengan kacaunya pikiran, dan usia yang paling buruk agar tidak
mengetahui sesuatu yang sebelumnya telah diketahuinya.
(
Dan aku berlindung kepada-Mu dari gangguan setan menjelang ajal) yaitu Iblis atau salah satu pembantunya.
At-takhabbuth artinya berbuat kerusakan, yaitu merusak akal dan agama, maksudnya merasukiku dan mempermainkan aku.
Ada yang berpendapat kata
khabathahu asy-syaithaan wa takhabbathahu, artinya mengganggunya dan merusaknya. Makna asal kata
al-khabathu adalah unta menendang sesuatu dengan ladam kakinya.
(
Ketika menjelang ajal) Nabi
Shalallaahu’alaihi wa sallam mengkhususkannya dengan hal tersebut karena seluruh amal terletak pada akhirnya. Rasulullah
Shalallaahu’alaihi wa sallam
mengajarkan kepada kita supaya meminta perlindungan (kepada Allah)
dari jahatnya bujuk rayu setan yang menghampiri seorang mukmin menjelang
ajal sehingga ia tergelincir dan tidak mengetahui apa-apa.
Al-Khaththabi
Rahimahullah berkata, “Nabi
Shalallaahu’alaihi wa sallam meminta perlindungan kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala
dari gangguan setan menjelang ajalnya, agar setan tidak menguasai dan
menyesatkannya ketika akan meninggalkan dunia ini, menghalanginya
bertaubat, merintanginya untuk memperbaiki dirinya dan keluar dari
kegelapan yang bersemayam dalam kalbunya. Atau membuatnya berputus asa
dari rahmat Allah
Subhanahu wa Ta’ala, membenci kematian, dan
merasa berat meninggalkan kehidupan akhirat sehingga dia tidak rela
dengan kefanaan yang telah Allah tetapkan atasnya, dan tidak rela
berpindah menuju negeri akhirat. Akhirnya manusia tersebut mati dalam
keadaan
su`ul khatimah dan menjumpai Allah
Subhanahu wa Ta’ala dalam keadaan murka kepadanya.”
[2]
Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa gangguan terberat yang
dilakukan oleh setan terhadap anak Adam terjadi di saat-saat terakhir
kematiannya. Setan berkata, “Ambillah ini! Karena jika hari ini engkau
terluput darinya niscaya engkau tidak dapat memperolehnya
selama-lamanya.”
Kita berlindung kepada Allah dari kejahatannya, dan kita memohon
kepada-Nya melimpahkan berkah-Nya kepada kita saat itu terjadi, menutup
akhir hidup kita dan hidup seluruh kaum muslimin dengan akhir yang
bahagia, dan menganugerahi kita dengan hari yang sebaik-baiknya saat
berjumpa dengan-Nya.
([
Aku berlindung kepada-Mu dari] mati dalam keadaan
melarikan diri di jalan-Mu) yaitu mati dalam keadaan murtad, atau
berpaling dari mengingat-Mu dan menghadap kepada selain-Mu.
Ath-Thiibi berkata, “Maksudnya lari dari medan pertempuran.” Dan
pendapat ini diikuti oleh Ibnu Hajar al-Makki seraya berkata, “(yaitu)
berpaling yang diharamkan atau yang mutlak.”
Hadits di atas termasuk dalam bentuk pengajaran terhadap umat ini. Kalau bukan untuk mengajari umat maka Rasulullah
Shalallaahu’alaihi wa sallam tidak mungkin berlindung dari gangguan setan, melarikan diri dari medan pertempuran dan penyakit-penyakit kritis lainnya.
(
Aku berlindung kepada-Mu dari mati dalam keadaan disengat binatang berbisa). Kata
ladiigh dalam hadits ini satu
wazan (timbangan) dengan kata
fa’iil yang bermakna
maf’uul dari
al-ladghu. Kata ini dipergunakan pada setiap binatang berbisa seperti kalajengking, ular dan sebagainya.
[3]
[1]
Hadits Shahih, diriwayatkan oleh Ahmad (III/427), Abu Dawud (1552),
an-Nasa`i (VIII/282, 283) dan al-Hakim (I/351- 352) dishahihkan dan
ditetapkan oleh adz-Dzahabi.
[2] ‘Aunul Ma’buud (IV/287) karya Abu ath-Thiib al-‘Azhiim Aabaadi dan Syarh as-Suyuuthi ‘alaa an-Nasaa`i (VIII/283)
[3] ‘Aun al-Ma’buud (IV/287) dan Haasyiyah as-Suyuuthi (VIII/282, 283).
———————————————————————–
Dikutip dari buku : “Terputusnya Ilmu Para Ulama” Penerbit: Pustaka At-Tibyan, Solo