Rabu, 20 Juni 2012

MENJADI PNS SUKSES: MENGHIAS MORALITAS PNS DAN BIROKRAT NEGARA DENGAN AKHLAK MULIA


PENULIS: Dr. MUSTHAFA LUTHFI, M.A.
HALAMAN: X+182 Hlm.
PENERBIT: WACANA ILMIAH PRESS
HARGA: Rp 30.000,-
HARGA disc  Rp  25000,-

Sungguh, jabatan yang diperebutkan dan tugas kedinasan yang percayakan negara, sejatinya adalah amanat berat; bukan kehormatan seperti penilaian banyak orang, sehingga dijadikan sebagai sarana untuk menunjukkan kewibawaan atau sarana untuk mencapai tujuan pribadi. Dalam alam post modern yang makin mengedepankan materi, sangat sedikit dari para pejabat dan karyawan yang benar-benar mencapai sukses ganda dalam melaksanakan tugas yang diembankan. Yakni sukses dalam melaksanakan tugas sesuai dengan “job description” atau peraturan kedinasan dan juga sukses melaksanakan tugas sesuai aturan syari‘at Allah dan Rasul-Nya. Atau dengan kalimat singkat “sukses  dunia-akhirat”.

Penulisan buku ini dilatarbelakangi oleh kenyataan masih banyaknya tindak-tindak penyelewengan oleh para pejabat negara, mulai dari pejabat tinggi hingga pejabat rendah, yang akhirnya dijadikan contoh oleh pegawai dan karyawan pada umumnya, yang tentu berdampak terhadap kondisi negara secara umum. Bahasan ini sengaja hanya menfokuskan pada pejabat negara, dalam artian pejabat yang diangkat oleh pemerintah. Karena, ibarat sungai, penyelewengan yang dilakukan pejabat negara adalah penyelewengan di hulu sungai. Apabila hulunya dapat dibersihakan maka hilirnya juga akan bersih. Yang dimaksud dengan hilir adalah perusahaan-perusahaan dan instansi-instansi non pemerintah.

Mengingat masih jarang buku yang secara khusus memberikan panduan moril bagi para pejabat negara dan PNS umumnya, maka buku yang ada di hadapan para pembaca budiman mencoba untuk memberikan penjelasan tentang hal-hal yang perlu diperhatikan dan dilaksanakan oleh seorang pejabat negara dan karyawan lainnya dalam menjalankan tugas yang diamanahkan. Dengan demikian, diharapkan ia akan mampu mencapai sukses ganda dalam berbagai profesi yang diemban, selama profesi tersebut legal menurut syari‘at dan ketentuan kemanusiaan yang berlaku. Tidak dapat diragukan bahwa kualitas kerja dan iman para pejabat dan pegawai negeri akan sangat berpengaruh positif bagi kelangsungan hidup dan kemajuan suatu bangsa.

Buku ini sengaja dikemas sedemikian ringkas dan padat, agar mudah dicerna oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Selain dapat menjadi pegangan para pejabat dan karyaan pada umumnya, juga dapat menjadi salah satu rujukan bagi kaum Muslimin kebanyakan dalam upaya menciptakan social control atau public control bagi kinerja aparatur negara. Sebab, di tangan mereka sangat bergantung keberhasilan suatu kinerja dan kemajuan suatu bangsa secara umum. 

Mengingat buku ini mengetengahkan masalah yang selalu up to date, maka penulis akan berusaha untuk memperbarui isinya dalam penerbitan berikutnya, bila dengan izin Allah ternyata peminatnya besar, terutama yang terkait dengan fatwa-fatwa kontemporer mengenai masalah pekerjaan di kantor yang perlu diketahui oleh kaum Muslimin dan para pejabat pada khususnya. Tujuannya adalah agar dalam melaksanakan tugas tidak terjadi kontradiksi antara pelaksanaan ketentuan di kantor dengan ketentuan syari‘at.

Dalam buku ini, penulis sengaja lebih menfokuskan rujukan pada penggalian mutiara-mutiara kandungan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi sebagai pegangan hidup kaum Muslimin di berbagai profesi yang dijalaninya, yang mungkin masih banyak diabaikan oleh sebagian besar umat Islam umumnya dan kalangan birokrat khususnya. Dengan menfokuskan pada dua rujukan utama umat Islam ini, juga diharapkan dapat memperkuat keimanan kita bahwa solusi kehidupan dari berbagai aspek telah diberikan oleh Allah dan Rasul-Nya melalui dua kitab suci, yakni Al-Qur’an dan Sunnah. 

 

Semangat Dakwah Mengundang Datangnya Hidayah

Ada kisah menarik tentang semangat dakwah, yang disampaikan oleh DR. Muhammad Ratib an-Nabulsy saat Khuthbah Jumat tertanggal 2 Juli 2010. Sebuah kisah inspiratif  terjadi di Amsterdam yang sangat menarik untuk disimak. 

Berikut ini Penulis paparkan dengan terjemah bebas dan sedikit diringkas.
“Menjadi kebiasaan di hari Jumat, seorang Imam masjid dan anaknya yang berumur 11 tahun membagi brosur di jalan-jalan dan keramaian, sebuah brosur dakwah yg berjudul “Thariiqun ilal jannah” (jalan menuju jannah).
Tapi kali ini, suasana sangat dingin ditambah rintik air hujan yang membuat orang benar-benar malas untuk keluar rumah. Si anak telah siap memakai pakaian tebal dan jas hujan untuk mencegah dinginnya udara, lalu ia berkata kepada sang ayah,
“Saya sudah siap, Ayah!”
“Siap untuk apa, Nak?”
“Ayah, bukankah ini waktunya kita menyebarkan brosur ‘jalan menuju jannah’?”
“Udara di luar sangat dingin, apalagi gerimis.”
“Tapi Ayah, meski udara sangat dingin, tetap saja ada orang yang berjalan menuju neraka!” “Saya tidak tahan dengan suasana dingin di luar.”
“Ayah, jika diijinkan, saya ingin menyebarkan brosur ini sendirian.”
Sang ayah diam sejenak lalu berkata, “Baiklah, pergilah dengan membawa beberapa brosur yang ada.”
Anak itupun keluar ke jalanan kota untuk membagi brosur kepada orang yang dijumpainya, juga dari pintu ke pintu. Dua jam berjalan, dan brosur hanya tersisa sedikit saja. Jalanan sepi dan ia tak menjumpai lagi orang yang lalu lalang di jalanan. Ia pun mendatangi sebuah rumah untuk membagikan brosur itu. Ia pencet tombol bel rumah, namun tak ada jawaban. Ia pencet lagi, dan tak ada yang keluar. Hampir saja ia pergi, namun seakan ada suatu rasa yang menghalanginya. Untuk kesekian kali ia kembali memencet bel, dan ia ketuk pintu dengan lebih keras. Ia tunggu beberapa lama, hingga pintu terbuka pelan. Ada wanita tua keluar dengan raut wajah yang menyiratkan kesedihan yang dalam Wanita itu berkata, “Apa yang bisa dibantu wahai anakku?”
Dengan wajah ceria, senyum yang bersahabat si anak berkata, “Nek, mohon maaf jika saya mengganggu Anda, saya hanya ingin mengatakan, bahwa Allah mencintai Anda dan akan menjaga Anda, dan saya membawa brosur dakwah untuk Anda yang menjelaskan bagaimana Anda mengenal Allah, apa yang seharusnya dilakukan manusia dan bagaimana cara memperoleh ridha-Nya.”
Anak itu menyerahkan brosurnya, dan sebelum ia pergi wanita itu sempat berkata, “Terimakasih, Nak.”

Sepekan Kemudian

Usai shalat Jumat, seperti biasa Imam masjid berdiri dan menyampaikan sedikit taushiyah, lalu berkata, “Adakah di antara hadirin yang ingin bertanya, atau ingin mengutarakan sesuatu?”
Di barisan belakang, terdengar seorang wanita tua berkata,
“Tak ada di antara hadirin ini yang mengenaliku, dan baru kali ini saya datang ke tempat ini. Sebelum Jumat yang lalu saya belum menjadi seorang muslimah, dan tidak berfikir untuk menjadi seperti ini sebelumnya. Sekitar sebulan lalu suamiku meninggal, padahal ia satu-satunya orang yang kumiliki di dunia ini. Hari Jumat yang lalu, saat udara sangat dingin dan diiringi gerimis, saya kalap, karena tak tersisa lagi harapanku untuk hidup. Maka saya mengambil tali dan kursi, lalu saya membawanya ke kamar atas di rumahku. Saya ikat satu ujung tali di kayu atap. Saya berdiri di kursi, lalu saya kalungkan ujung tali yang satunya ke leher, saya memutuskan untuk bunuh diri.
Tapi, tiba-tiba terdengar olehku suara bel rumah di lantai bawah. Saya menunggu sesaat dan tidak menjawab, “paling sebentar lagi pergi”, batinku.
Tapi ternyata bel berdering lagi, dan kuperhatikan ketukan pintu semakin keras terdengar. Lalu saya lepas tali yang melingkar di leher, dan saya turun untuk sekedar melihat siapa yang mengetuk pintu.
Saat kubuka pintu, kulihat seorang bocah berwajah ceria, dengan senyuman laksana malaikat dan aku belum pernah melihat anak seperti itu. Ia mengucapkan kata-kata yang sangat menyentuh sanubariku, “Saya hanya ingin mengatakan, bahwa Allah mencintai Anda dan akan menjaga Anda.” Kemudian anak itu menyodorkan brosur kepadaku yang berjudul, “Jalan Menuju Jannah.”
Akupun segera menutup pintu, aku mulai membaca isi brosur. Setelah membacanya, aku naik ke lantai atas, melepaskan ikatan tali di atap dan menyingkirkan kursi. Saya telah mantap untuk tidak memerlukan itu lagi selamanya.
Anda tahu, sekarang ini saya benar-benar merasa sangat bahagia, karena bisa mengenal Allah yang Esa, tiada ilah yang haq selain Dia.
Dan karena alamat markaz dakwah tertera di brosur itu, maka saya datang ke sini sendirian utk mengucapkan pujian kepada Allah, kemudian berterimakasih kepada kalian, khususnya ‘malaikat’ kecil yang telah mendatangiku pada saat yang sangat tepat. Mudah-mudahan itu menjadi sebab selamat saya dari kesengsaraan menuju kebahagiaan jannah yang abadi.
Mengalirlah air mati para jamaah yang hadir di masjid, gemuruh takbir. Allahu Akbar. Menggema di ruangan. Sementara sang Imam turun dari mimbarnya, menuju shaf paling depan, tempat dimana puteranya yang tak lain adalah ‘malaikat’ kecil itu duduk. Sang ayah mendekap dan mencium anaknya diiringi tangisan haru. Allahu Akbar!”
Lihatlah bagaimana antusias anak kecil itu tatkala berdakwah, hingga dia mengatakan “Tapi Ayah, meski udara sangat dingin, tetap saja ada orang yang berjalan menuju neraka!” Ia tidak bisa membiarkan manusia berjalan menuju neraka. Ia ingin kiranya bisa mencegah mereka, lalu membimbingnya menuju jalan ke jannah.
Lihat pula bagaimana ia berdakwah, menunjukkan wajah ceria dan memberikan kabar gembira, “Saya hanya ingin mengatakan, bahwa Allah mencintai Anda dan akan menjaga Anda.” Siapa yang tidak trenyuh hati mendengarkan kata-katanya?
Berdakwah dengan apa apa yang ia mampu, juga patut dijadikan teladan. Bisa jadi,tanpa kita sadari, cara dakwah sederhana yang kita lakukan ternyata berdampak luar biasa. Menjadi sebab datangnya hidayah bagi seseorang. Padahal, satu orang yang mendapat hidayah dengan sebab dakwah kita, lebih baik baik bagi kita daripada mendapat hadiah onta merah. Wallahu a’lam bishawab. (Abu Umar Abdillah)

Derita karena Dusta

Tak seorangpun rela dan suka dibohongi. Tapi anehnya, rata-rata orang tidak membenci dirinya berbohong. Sebagian bahkan merasa enjoy dan menikmati kebiasaan dusta. Memang, awal mula dusta itu tidak terjadi begitu saja. Ada faktor pemicunya, dan ada segudang alasan sehingga banyak orang nekat melakukannya.

Untung Diharap, Apes Didapat
Adakalanya seseorang berdusta demi mendapatkan berbagai manfaat. Seperti dusta yang dijalani saat berjual beli. Dalam hitungan matematis, pembohong itu merasa mendapat keuntungan dengan menipu. Karena dia mendapatkan selisih keuntungan dari takaran, timbangan maupun kualitas barang. Hingga dusta menjadi jurus andalan untuk mengeruk keuntungan.
Ia lupa bahwa ada Dzat yang kuasa menentukan kadar keuntungan, yang tidak terikat oleh rumus matematis atau kalkulasi yang dibuat oleh manusia. Dzat yang kuasa untuk menimpakan kebangkrutan di luar perhitungan para penipu yang ingin kaya dengan cara berbuat curang. Dan Nabi telah mengabarkan kerugian yang dialami oleh orang yang berjual beli dengan dusta,
الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا، فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا، وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
“Dua orang yang bertransaksi jual beli itu punya hak khiyar (memilih) selama belum berpisah. Bila keduanya jujur dan menerangkan (apa adanya), maka keduanya akan diberi barakah dalam jual belinya. Tapi bila mereka berdusta dan menyembunyikan (cacat) maka akan dihilangkan keberkahan jual beli keduanya.” (HR Bukhari dan Abu Dawud)
Alloh berkehendak membalas tipu daya orang yang ingin meraup untung dengan jalan yang haram. Hingga apa yang didapatkan akhirnya berkebalikan dengan apa yang diharapkan. Dusta akan melenyapkan keberkahan dan kemanfaatan rejeki, mendatangkan kesulitan dan kesempitan, serta menghilangkan kepercayaan pelanggan terhadapnya. Karena betapapun pintar seseorang menyembunyikan kedustaan, akhirnya akan terendus juga. Dan tatkala orang-orang telah mengetahui pedagang yang suka mengelabuhi, maka takkan ada lagi yang sudi untuk berjual beli.

Mencari Simpati Menuai Caci
Adakalanya seseorang berdusta untuk menaikkan gengsinya di hadapan manusia. Atau ingin menarik simpati orang yang diajaknya bicara. Iapun berusaha memoles kata, menghiasi cengkerama dengan kisah yang hiperbola, dan membumbui cerita dengan data-data dusta tentang dirinya. Tentang aset yang dimilikinya, kepahlawanannya, atau aktifitas palsu yang membuat lawan bicara berdecak kagum terhadapnya.
Hanya orang yang cupet nalar dan berakal dangkal, yang ingin menarik simpati orang dengan jalan mengumbar dusta. Sungguh dia tak pernah belajar dari pengalaman. Bukankah masing-masing kita pernah merasa kecewa berat karena ditipu, merasa jengkel dan betapa merasa bodohnya kita saat kita terbuai oleh kata-kata manis yang menipu. Dan akhirnya kita memutuskan untuk tidak respek kepada si pembohong, dan memberikan stempel buruk terhadapnya. Maka jika kita pernah mengalami peristiwa semisal ini, bagaimana mungkin kita akan menjadikan dusta sebagai cara memperoleh simpati?
Sesaat, terkadang dusta memang bisa menaikkan pamor, menarik simpati pendengar bahkan boleh jadi lawan bicara lantas memutuskan untuk mengiyakan ajakannya. Namun, itu tak akan berlangsung lama. Seperti kata pepatah “sepandai-pandai menyimpan bangkai, baunya akan tercium juga.” Dan jeda antara dusta dan waktu terbongkarnya, pembohong tak pernah merasakan lega dan tenang di hatinya. Rasa was-was dan bayang-bayang resiko yang ditimbulkan oleh kebohongannya selalu menghantui pikirannya. Dan iapun tahu, bahwa kelak akan terkuak juga, seperti menunggu bom waktu, yang ia tidak tahu kapan akan meledak dan meluluhlantakkan dirinya.
Yang sebenarnya, tidak ada kata yang lebih enak untuk didengar, lebih menenangkan hati bagi pembicara dan lebih mengundang simpati dari kejujuran. Dan tiada kata yang lebih menyakitkan, membuat hati was-was dan mendatangkan kebencian dari kedustaan. Maka benarlah yang disabdakan Nabi n,
فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِينَةٌ وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيْبَة
“Sesungguhnya kejujuran itu (membawa) ketenangan, dan kedustaan itu (menyebabkan) kebimbangan.” (HR Tirmidzi, beliau mengatakan “hadits hasan”)
Kejujuran tak akan berkurang kadar kebaikannya, meski kita berada di zaman yang dipenuhi oleh atmosfir kedustaan. Yang menganggap kedustaan sebagai kecerdikan, dan memandang kejujuran sebagai kampungan atau kepolosan. Alangkah indah ungkapan sahabat Umar bin Khathab, “Sungguh, aku direndahkan orang karena kejujuranku, itu lebih aku sukai daripada aku disanjung karena kedustaanku.”
Karena sanjungan semisal itu hanyalah semu dan hanya muncul dari orang-orang yang tidak tahu. Sementara yang pasti, dusta itu kotor dan keji. Ada riwayat yang disebutkan oleh Imam Tirmidzi bahwa, “Jika seorang hamba berdusta, maka malaikat akan menjauh darinya sejauh satu mil lantaran bau busuk yang keluar dari lisannya.” Tirmidzi menyatakan haditsnya hasan, hanya saja Syeikh al-Albani menyatakan sebagai hadits dha’if.

Dusta Berakhir Derita
Sebagaimana kerugian akan dialami oleh pendusta dalam hal duniawi, begitupun dalam hal ukhrawi. Satu dusta akan melahirkan dusta kedua untuk menutupi dusta pertamanya. Dusta kedua akan mengundang dusta yang ketiga demi menutupi dusta yang kedua, dan seterusnya. Karena dusta berpotensi kuat untuk beranak pinak dan berkembang biak.
Bukan saja mengundang dusta berikutnya, bahkan dusta bisa menjadi awal dari dosa apa saja. Baik berhubungan dengan Sang Pencipta, maupun dengan sesama manusia. Karena dengan lisannya dia merasa aman untuk menutupi dosanya di hadapan manusia. Maka yang terus menjadi perhatiannya adalah, bagaimana ia bisa berdosa apa saja sekaligus menyiapkan alibi dusta untuk menutupinya. Namun, ia tidak bisa bersembunyi dari Alloh. Jika kedustaannya tak terendus oleh manusia yang mempercayainya, itu bukan berarti Alloh mengasihinya. Bukan pula Alloh tidak punya cara untuk menyingkapnya di tengah manusia. Justru dengan kelihaiannya dalam berdusta, semakin bersemangatlah ia untuk menumpuk dosa, dan jika dosa telah menggunung, kemana lagi ujung perjalanannya kalau bukan ke neraka. Nabi n bersabda,
وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ

”Jauhilah oleh kalian dusta, karena dusta itu membawa kepada dosa, dan dosa itu menjerumuskan ke neraka.” (HR )
Semoga Alloh menjauhkan kita dari sifat dusta, aamiin. (Abu Umar Abdillah)

Katalog Penerbit WIP 2


Katalog Penerbit WIP 1


Asmaul Husna

Ukuran : 15,5 cm x 23, 5 cm :
Tebal : 450 halaman:
Penulis : DR. Mahmud 'Abdurraziq ar-Ridhwani:
Penerbit Pustaka Ibnu Katsir
Harga : Rp. 75.000,-:
Harga disc  Rp 58.000
 
 Sesungguhnya mengenal Asma-ul Husna (nama-nama Allah yang Indah) merupakan hal yang sangat penting lagi mendesak bagi setiap muslim. Karena pengetahuan akan Allah, nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya merupakan ilmu yang paling agung lagi mulia. Seorang hamba yang menyibukkan diri dalam memahami ilmu ini dan menyelami kandungan yang terdapat didalamnya, berarti telah menyibukkan diri dalam hal yang paling luhur.
 Dengan mengenal Allah, seorang hamba akan terpanggil untuk memberikan rasa cinta, takut, harap dan keikhlasan dalam perbuatan yang dilakukannya kepada Allah semata. Itulah kebahagiaan yang sesungguhnya. Dan tidak ada jalan lain untuk mengenal Allah kecuali dengan mengenal dan memahami secara mendalam Asma-ul Husna. Dengan mengenal dan memahami Asma-ul Husna iman seorang hamba akan bertambah dan menjadi semakin kuat. Setiap kali pengetahuannya tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah bertambah, maka semakin bertambah pula keimanannya dan semakin menguat keyakinannya.
Menyibukkan diri dengan mengenal Allah berarti menyibukkan diri dalam tujuan diciptakannya sang hamba. Sedangkan meninggalkan dan mengabaikannnya, berarti melalaikan tujuan diciptakannya sang hamba. Iman bukan berarti hanya sekedar dilafazhkan semata tanpa perlu mengenal Allah. Sebab hakekat beriman kepada Allah adalah seorang hamba dituntut untuk mengenal Rabb yang diimaninya, dan berupaya keras untuk mengenal Allah beserta nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Seberapa besar pengetahuannya akan Rabb-Nya, maka sebesar itu pula lah keimanannya bertambah.

Buku ditangan pembaca ini merupakan sebuah penelitian penting dan sangat menarik yang dilakukan oleh penulis seputar Asma-ul Husna. Dimana penulis berusaha menangkap 99 nama Allah melalui penelitian panjang yang memakan waktu cukup lama. Hingga pada akhirnya berdasarkan dalil-dalil yang ada penulis menarik kesimpulan tentang ke 99 nama tersebut. Di samping itu penulis juga menjelaskan satu persatu makna dari masing-masing nama tersebut, juga cara beribadah dan contoh berdo’a kepada Allah dengan menggunakan nama-nama itu.

Akhirnya semoga buku ini memberikan tambahan ilmu dan memberikan kepada kita bimbingan yang benar dalam mengenal nama-nama Allah, Dzat Yang Maha Pencipta, sehingga kita senantiasa berdo’a dan memohon kepada-Nya dengan cara yang sesuai dengan apa yang diinginkan dan diridhai-Nya. Semoga.
 
 
 
 

61 Kisah Pengantar Tidur


Penulis : Muhammad bin Hamid Abdul Wahab Harga : Rp.23.000,-
 Harga Disc 25% Rp 17,250

Banyak cara untuk mendapatkan hikmah, salah satunya dengan mempelajari kisah-kisah umat-umat terdahulu. Dalam hal ini Allah q memerintahkan dalam al-Qur'an. 

Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.”(Surat Hud:120)Sebagai orang beriman, seharusnya kita mempercayai, mempelajari dan mengambil ibrah dari kisah-kisah tersebut. Allah SWT telah menjamin keterjagaan al-Qur'an.Tapi sangat disayangkan, kisah-kisah batil, kisah-kisah yang penuh kesyirikan dan takhayul merebak di tengah-tengah masyarakat. 

Kisah itu ditampilkan dalam majalah dan tabloid serta televisi, yang bernuansa pembodohan terhadap umat. Mereka membodohi dan menipu masyarakat dengan kisah-kisah dusta. Tiada lain tujuan mereka hanya untuk mendapatkan uang dengan cara cepat dan gampang.

Didorong oleh keprihatinan terhadap merebaknya kisah-kisah dusta yang penuh kesyirikan, baik dalam media cetak dan elektronik, maka kami tayangan kisah-kisah penambah keimanan. Kisah-kisah yang diriwayatkan oleh Nabi SAW dan para sahabatnya yang tertuang dalam hadits-hadits shahih. Meliputi kisah-kisah mengenai para Nabi, sahabat Rasulullah SAW dan umat-umat terdahulu. Allah SWT telah memuji mereka dan mengampuni dosa-dosa mereka. 

Sebagian dari mereka telah dijamin masuk surga. Hal itu menunjukkan kejujuran, keikhlasan, dan ketinggian derajat mereka di sisi Allah SWT. Masihkah kita mau mendengarkan cerita-cerita dusta dan meninggalkan cerita-cerita yang terdapat dalam al-Qur'an dan hadist.

"TERIMAKASIH SUDAH MAMPIR KE BLOG INI SILAHKAN DILIHAT DULU KATALOG DAN RESENSI BUKUNYA SEMOGA BERKENAN JAZAKUMULLAH KHOIRON KATSIRAN"