Rabu, 11 Juli 2012

Terputusnya Ilmu Para Ulama


Syaikh Majdi Fathi As-Sayyid
Pustaka At-Tibyan
Harga : Rp 45.000
Harga disc  Rp 35.000

Tahukah anda bahawa di antara ulama yang paling ditakuti oleh syaitan adalah Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah? Saking penasarannya syaitan pernah mengajak Imam bin Hanbal untuk kufur kepada Allah SWT menjelang ajalnya. Lantas apa yang dilakukan oleh Imam bin Hanbal terhadap syaitan laknatullah alaihi tersebut? Kisah ini hanyalah merupakan sekelumit kisah dari puluhan kisah yang akan anda temukan dalam buku ini tentang misteri kematian para ulama terdahulu. Tidak ada yang diharapkan oleh mereka selain akhir kematian yang baik (husnul khatimah). Sebuah tujuan hidup yang banyak dilupakan oleh kaum muslimin. Kerana tanpa husnul khatimah dunia dan seisinya tidak akan bererti selama-lamanya tahukan anda mengapa demikian? Tahukah anda bagaimana orang yang telah mendapatkan husnul khatimah tersebut? Buku ini akan menjadi jawabannya.

KEHADIRAN SETAN MENJELANG AJAL

Setan yang terkutuk mendatangi anak Adam pada detik-detik terakhir kehidupannya untuk menfitnahnya dalam agamanya apabila dia termasuk kaum muslimin yang muwahhid (orang yang bertauhid kepada Allah). Oleh karena itu di antara doa yang dibaca Nabi Shalallaahu’alaihi wa sallam adalah:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَدْمِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ التَّرَدِّي، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْغَرَقِ، وَالْحَرَقِ، وَالْهَرَمِ، وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ يَتَخَبَّطَنِىي، الشَّيْطَانُ عِنْدَ الْمَوْتِ، وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ أَمُوتَ فِي سَبِيلِكَ مُدْبِرًا، وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ أَمُوتَ لَدِيغًا

Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari mati tertimpa reruntuhan, mati terjatuh dari tempat yang tinggi, dari kepikunan, mati tenggelam, mati terbakar. Dan aku berlindung kepada-Mu dari gangguan setan menjelang ajal, atau mati terbunuh dalam keadaan melarikan diri dari medan pertempuran atau mati karena disengat binatang berbisa.”[1]

(Aku berlindung kepada-Mu dari mati tertimpa reruntuhan) Al-hadmu artinya bangunan runtuh dan menimpa sesuatu. Merupakan bentuk mashdar dari kata hadama al-binaa`u artinya runtuh bangunan itu. Sedangkan maksudnya adalah berlindung dari tertimpa reruntuhan.

(Mati terjatuh dari tempat yang tinggi) At-taraddi artinya jatuh dari sesuatu yang tinggi ke yang rendah, dan jatuh dari tempat yang tinggi seperti gunung, atap atau jatuh ke tempat yang rendah seperti sumur.

(Mati tenggelam dan terbakar) yaitu tenggelam dalam air dan terbakar oleh api. Sesungguhnya Nabi Shalallaahu’alaihi wa sallam meminta perlindungan dari kebinasaan dengan sebab-sebab tersebut, walaupun dengan hal tersebut dapat diperoleh pahala syahadah (mati syahid). Sebab keseluruhan sebab di atas merupakan ujian yang berat dan merisaukan, hampir-hampir manusia tidak bisa bersabar dan tegar menghadapinya.

(Dan kepikunan) Maksudnya buruknya masa tua yang digambarkan dengan kacaunya pikiran, dan usia yang paling buruk agar tidak mengetahui sesuatu yang sebelumnya telah diketahuinya.
(Dan aku berlindung kepada-Mu dari gangguan setan menjelang ajal) yaitu Iblis atau salah satu pembantunya.

At-takhabbuth artinya berbuat kerusakan, yaitu merusak akal dan agama, maksudnya merasukiku dan mempermainkan aku.
Ada yang berpendapat kata khabathahu asy-syaithaan wa takhabbathahu, artinya mengganggunya dan merusaknya. Makna asal kata al-khabathu adalah unta menendang sesuatu dengan ladam kakinya.

(Ketika menjelang ajal) Nabi Shalallaahu’alaihi wa sallam mengkhususkannya dengan hal tersebut karena seluruh amal terletak pada akhirnya. Rasulullah Shalallaahu’alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita supaya meminta per­lindungan (kepada Allah) dari jahatnya bujuk rayu setan yang menghampiri seorang mukmin menjelang ajal sehingga ia tergelincir dan tidak mengetahui apa-apa.

Al-Khaththabi Rahimahullah berkata, “Nabi Shalallaahu’alaihi wa sallam meminta perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari gangguan setan menjelang ajalnya, agar setan tidak menguasai dan menyesatkannya ketika akan meninggalkan dunia ini, menghalanginya bertaubat, merintanginya untuk memperbaiki dirinya dan keluar dari kegelapan yang bersemayam dalam kalbunya. Atau membuatnya berputus asa dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala, membenci kematian, dan merasa berat meninggalkan kehidupan akhirat sehingga dia tidak rela dengan kefanaan yang telah Allah tetapkan atasnya, dan tidak rela berpindah menuju negeri akhirat. Akhirnya manusia tersebut mati dalam keadaan su`ul khatimah dan menjumpai Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam keadaan murka kepadanya.”[2]

Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa gangguan terberat yang dilakukan oleh setan terhadap anak Adam terjadi di saat-saat terakhir kematiannya. Setan berkata, “Ambillah ini! Karena jika hari ini engkau terluput darinya niscaya engkau tidak dapat memperolehnya selama-lamanya.”
Kita berlindung kepada Allah dari kejahatannya, dan kita memohon kepada-Nya melimpahkan berkah-Nya kepada kita saat itu terjadi, menutup akhir hidup kita dan hidup seluruh kaum muslimin dengan akhir yang bahagia, dan menganugerahi kita dengan hari yang sebaik-baiknya saat berjumpa dengan-Nya.

([Aku berlindung kepada-Mu dari] mati dalam keadaan melarikan diri di jalan-Mu) yaitu mati dalam keadaan murtad, atau berpaling dari mengingat-Mu dan menghadap kepada selain-Mu.
Ath-Thiibi berkata, “Maksudnya lari dari medan pertem­puran.” Dan pendapat ini diikuti oleh Ibnu Hajar al-Makki seraya berkata, “(yaitu) berpaling yang diharamkan atau yang mutlak.”
Hadits di atas termasuk dalam bentuk pengajaran terhadap umat ini. Kalau bukan untuk mengajari umat maka Rasulullah Shalallaahu’alaihi wa sallam tidak mungkin berlindung dari gangguan setan, melarikan diri dari medan pertempuran dan penyakit-penyakit kritis lainnya.

(Aku berlindung kepada-Mu dari mati dalam keadaan disengat binatang berbisa). Kata ladiigh dalam hadits ini satu wazan (timbangan) dengan kata fa’iil yang bermakna maf’uul dari al-ladghu. Kata ini dipergunakan pada setiap binatang berbisa seperti kalajengking, ular dan sebagainya.[3]

[1] Hadits Shahih, diriwayatkan oleh Ahmad (III/427), Abu Dawud (1552), an-Nasa`i (VIII/282, 283) dan al-Hakim (I/351- 352) dishahihkan dan ditetapkan oleh adz-Dzahabi.
[2] ‘Aunul Ma’buud (IV/287) karya Abu ath-Thiib al-‘Azhiim Aabaadi dan Syarh as-Suyuuthi ‘alaa an-Nasaa`i (VIII/283)
[3] ‘Aun al-Ma’buud (IV/287) dan Haasyiyah as-Suyuuthi (VIII/282, 283).
———————————————————————–
Dikutip dari buku : “Terputusnya Ilmu Para Ulama” Penerbit: Pustaka At-Tibyan, Solo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"TERIMAKASIH SUDAH MAMPIR KE BLOG INI SILAHKAN DILIHAT DULU KATALOG DAN RESENSI BUKUNYA SEMOGA BERKENAN JAZAKUMULLAH KHOIRON KATSIRAN"